Seminggu Menggunakan Metode BLW

Tak terasa sudah seminggu ini Magani ber-BLW dan setiap hari saya dibuat kagum dengan perkembangan proses makannya. Sengaja saya tunggu sampai seminggu baru buat postingan tentang BLWnya, biar jadi semacam rekap gitu :). Ini cerita singkatnya ya,

1. Hari pertama : brokoli kukus.

Makan brokoli kukus

Karena belum bisa duduk sendiri, Magani dipangku sama eyang kakungnya, hehe.. Begitu piring makannya disodorin, brokolinya dipegang-pegang, diamati, trus dilempar, hahaha.. Setelah itu dia ambil lagi potongan yang lain, dan berhasil langsung masuk ke mulut, yaaay!. Bonggol brokoli pun ada yang masuk ke mulut dan sempat agak gagging, tapi ga muntah. Ga lama bonggol brokoli yang ga bisa dia telan itu keluar lagi dari mulut. Hebaaat! Acara makan berakhir waktu anaknya keliatan bosen dan piringnya ditepok-tepok doang. BLW hari pertama lancar dan ibunya berangkat ke kantor dengan hati gembira, hehehe alhamdulillah..

2. Hari kedua : brokoli  dan wortel kukus

Acara makan hari kedua juga lancar, Magani bisa memotong wortel dengan gusinya, dan ketika potongan itu terlalu besar di mulut, wortelnya langsung dilepeh dan wortel yang ada dalam genggamannya dimasukkan lagi ke mulut, dan dipotong lebih kecil. Jadi Magani belajar mengukur seberapa besar potongan yang bisa masuk mulut. Magani juga lebih pintar mengatasi brokoli. Bonggolnya dipegang erat, kemudian pucuk brokoli masuk ke mulut, kunyah-kunyah-kunyah, pas keluar dari mulut tinggal bonggolnya aja, ehehehe.. Hari kedua juga no gagging :).

3. Hari ketiga : buncis kukus

Karena tekstur buncis yang agak susah untuk dipotong dengan gusinya, jadi buncis kukus ini disesep-sesep aja sama Magani. Keluar dari mulut, buncisnya udah kering ga ada airnya 😀

4. Hari keempat : mangga

Mangga ini saya sajikan segar, dan alhamdulillah Magani suka. Mangganya belepotan kemana-mana, sampai ke dagu dan pipi tapi alhamdulillah banyak juga yang masuk ke mulutnya :). Magani juga ga (maaf) mencret karena makan mangga.

Makan mangga

5. Hari kelima : apel kukus

Magani juga suka apel kukus, mungkin karena banyak airnya ya. Apel ini ga saya kupas, jadi ketika potongan apel ini masuk mulut, Magani akan kunyah-kunyah, dan tau-tau kulit apel keluar dari mulutnya sementara daging apelnya udah dia telan. Saya takjub pas lihat kemampuan barunya ini. Rupanya otot lidah, otot rahang dan gusi bekerja sama memisahkan daging apel dan kulitnya.

6. Hari keenam : pir kukus

Perlakuan terhadap pir kukus ini juga sama, Magani akan memisahkan daging pir dan kulit pir di mulut, nanti tinggal kulit pirnya dilepeh sama dia.

7. Hari ketujuh : alpukat

Untuk alpukat, karena alpukat yang saya beli masih belum terlalu lembek, jadi lebih gampang diatasi sama Magani. Alpukatnya sukses masuk mulut dan dikunyah-kunyah.

So far selama seminggu ber-BLW, Magani tidak mengalami reaksi alergi dan tidak sampai gagging berlebihan. Semua makanan yang tidak berhasil dikunyah atau ditelan akan segera dilepeh atau dimuntahkan sama dia, dan makanannya akan dipotong lagi lebih kecil. Magani belajar mengukur seberapa besar makanan yang bisa masuk ke mulutnya. Dia juga belajar mengkoordinasikan tangan kanan dan kiri untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Kalau Magani terlihat bosan atau mulai cranky, tandanya sesi makan harus disudahi karena dia sudah kenyang. Untuk tekstur pup juga sudah mulai memadat, tapi tidak ada tanda-tanda sembelit.

Sesi makan selalu dimulai setelah Magani menyusu, jadi asupan nutrisi lebih banyak dari ASI. Sampai dua minggu pertama, Magani hanya satu kali makan di pagi hari, setelah itu dua kali sehari dan ketika masuk 7 bulan akan meningkat jadi 3 kali sehari.

Alhamdulillah seminggu ini proses makan lancar, dan Magani tampak senang ketika mulai makan, mungkin karena sekalian dia mengeksplorasi tekstur dan rasa ya. Memang proses makan akan jadi lebih lama dan berantakan, tapi saya sih fine-fine aja karena memang yang penting anaknya makan dengan happy :). Masih ada beberapa macam sayuran, buah dan karbo yang mau saya coba berikan ke Magani, seperti kabocha, zuchini, paprika, kentang, pepaya, tomat,etc, tapi satu-satu dulu ya. Nanti setelah frekuensi makan jadi 3 hari sehari, ibunya harus pintar memadu-madankan makanan nih biar anaknya ga bosen dan makannya tambah banyak.

Untuk yang mau mencoba ber BLW, tipsnya adalah harus percaya sama kemampuan bayinya, karena bayi itu pintar. Dan jangan lupa untuk mengkomunikasikan metode ini dengan ayah sang bayi, juga keluarga besar, karena metode BLW adalah metode baru dimana beberapa orang tidak familiar, hehe..

Semoga proses makan Magani lancar seterusnya dan makannya makin pintar.. amiin!

Persiapan MPASI Magani – Metode Baby Led Weaning

Tak terasa dalam hitungan hari bayi mungil kami, Magani, akan berusia 6 bulan dan mulai makan makanan pendamping ASI (MPASI). Dengan demikian ia juga akan lulus 6 bulan ASI Ekslusif, horeeeee :). Dalam rentang 6 bulan ini banyak sekali milestone tumbuh kembangnya, dan salah satu yang paling bikin deg-degan sekaligus ga sabar adalah melihatnya memulai makan makanan padat.

Untuk metode MPASI Magani, saya dan suami sepakat untuk menggunakan metode BLW (Baby Led Weaning). Pertama kali mengenal istilah ini ketika ada seorang teman yang memposting foto bayinya sedang ber-BLW di media sosial. Sebenarnya apa sih BLW itu ? Saya dan suami kemudian memulai riset kecil-kecilan dan berdiskusi panjang lebar, mengenai keuntungan dan kerugian menggunakan metode ini.

Baby Led Weaning menurut bukunya Gill Rapley adalah metode pemberian makanan padat pada bayi, dimana bayi tidak makan bubur, puree, dan makanan halus lainnya melainkan langsung makanan padat seperti kukusan sayur, buah, dan finger foods. Melalui metode ini bayi diberi kesempatan dan kepercayaan untuk makan sendiri. Jadi bayi akan belajar mengkoordinasikan gerakan tangan mulai dari mengambil makanan, mengarahkan ke mulut, mengukur besarnya makanan yang bisa dia makan, mengunyah dan mengenali ketika dia sudah kenyang. Bayi juga akan belajar berbagai tekstur makanan. Metode ini memang tidak terlalu familiar tapi sudah banyak yang mempraktekkan dan banyak keuntungan yang didapat dengan menerapkan metode ini.

Pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul ketika saya bilang akan menggunakan metode ini untuk Magani adalah, “gimana nanti kalau kelolodan atau keselek?”, kemudian, “gimana kalau nanti berat badan ga naik karena asupannya kurang?”, “memangnya ga papa kalau bayi langsung makan makanan padat?”. Pertanyaan-pertanyaan ini dijawab dengan jelas di bukunya Gill, dan didukung oleh testimoni ibu-ibu yang sudah menggunakan metode BLW, bahwa resiko kelolodan atau keselek juga mungkin terjadi pada bayi-bayi yang disuapi / spoon feeding. Dan bayi mempunyai mekanisme sendiri untuk mengeluarkan makanan yang tidak bisa dia telan. Asal bayi duduk tegak (sendiri/ dengan dibantu) selama proses makan, maka resiko kelolodan semakin kecil. Dengan mengalami kelolodan, bayi akan mengukur seberapa besar makanan yang bisa dia makan.

Kalau mengenai berat badan atau asupan nutrisi, bayi-bayi dibawah umur 1 tahun masih mendapatkan sebagian besar nutrisinya melalui ASI, makanan itu sebagai pendamping saja makanya diberi nama MPASI, makanan pendamping ASI. Mengenai tekstur padat yang langsung diperkenalkan ke bayi, tidak menjadi masalah karena usus bayi berusia 6 bulan sudah bisa menerima makanan padat.

Selain itu, metode BLW meminimalisir kemungkinan bayi GTM (gerakan tutup mulut) dan picky eater, karena proses makan adalah proses eksplorasi yang menyenangkan dan tidak ada paksaan si bayi untuk makan. Saya ingat, dulu jaman kecil saya susah sekali makan, harus dicangar kalau orang Jawa bilang, jadi hidung saya harus dipencet sehingga mulut refleks akan membuka, dan saat ini makanan disuapkan ke saya. Pengalaman ini sangat membekas, sehingga buat saya, makan menjadi siksaan dan akhirnya saya tidak suka makan. Nah saya tidak ingin Magani mengalami itu, sehingga buat saya, metode BLW ini menjadi jalan keluar yang baik.

Proses selanjutnya untuk memulai MPASI adalah dengan mensosialisasikan ke mbak pengasuh Magani, saya ajak dia lihat video bayi-bayi yang sedang ber-BLW di youtube, kemudian memberikan artikel BLW, dan saya juga menjelaskan dengan detil BLW itu apa. Saya juga menjelaskan ke eyang-eyang Magani tentang BLW dan alhamdulillah tidak ada pertentangan berarti.

Ahh ga sabar mau lihat si bayi belajar makan, semoga BLWnya nanti lancar ya naaakk 🙂

Tentang Kelahiran Magani

Alifa Widhi Magani. Itulah nama bayi perempuan mungil kami yang lahir melalui persalinan normal di Rumah Sakit JIH, Jogjakarta di hari Senin, 2 Juni 2014. Kami panggil ia Magani.

Cerita kelahirannya sendiri menjadi cerita tak terlupakan karena akhirnya saya merasakan sendiri bagaimana rasanya kontraksi dan menunggu pembukaan lengkap sampai akhirnya si bayi lahir. Sebetulnya sejak awal kehamilan saya berencana untuk melahirkan di Serpong saja karena secara infrastruktur, rumah saya di Serpong lebih siap untuk kehadiran bayi, dan saya sudah menemukan dokter kandungan yang cocok di RS Eka Hospital BSD. Tapi seiring berjalannya waktu dan pemikiran realistis bahwa nanti di Serpong tidak ada yang bisa membantu saya merawat bayi, akhirnya di usia kehamilan 37 minggu, saya dan suami sepakat memutuskan bahwa saya akan melahirkan di Jogja saja.

Tidak ada masalah berarti sejak awal kehamilan, mual yang saya rasakan masih bisa saya atasi, dan ketika usia kehamilan 28 minggu, dokter menyatakan posisi bayi saya masih sungsang, tapi saya masih punya waktu untuk mengusahakan si bayi berada dalam posisi seharusnya. Saya rajin mempraktekkan anjuran dokter dengan memperlama posisi sujud dan alhamdulillah di minggu ke 32, kepala bayi saya posisinya sudah di bawah. Di minggu ke 32 itu saya juga melakukan perjalanan dengan pesawat udara ke Balikpapan, karena kebetulan ada yang harus saya dan suami urus disana. Perjalanan menggunakan pesawat udara sendiri berjalan lancar, si bayi dalam kandungan tenang-tenang saja sampai saya kembali ke Jakarta.

Di minggu ke 36, saya melakukan kontrol kandungan ke dokter saya di RS. Eka Hospital dan ternyata bayi saya kembali sungsang, padahal sebelumnya posisi sudah di bawah. Saya diarahkan untuk operasi caesar karena usia kandungan sudah di minggu-minggu akhir dan bayi belum berada dalam posisi seharusnya. Saya dan suami sempat shock dengan vonis dokter tapi kami masih punya keyakinan bahwa si bayi akan segera memposisikan dirinya dan saya tidak perlu dioperasi caesar. Kembali saya rajin berlama-lama dalam sujud, kemudian mendengarkan murottal atau musik klasik dengan memposisikan headset di perut bagian bawah. Saya juga mencari tahu lewat grup gentle birth di facebook tentang bayi yang sungsang dan bagaimana memberi affirmasi positif selama kehamilan. Saya terus mengajak bayi bicara dan memintanya untuk memutar posisi ke bawah. Satu minggu setelah divonis dokter, saya melakukan perjalanan darat ke Jogja bersama suami. Karena usia kandungan sudah 37 minggu, perjalanan yang kami lakukan bisa dikatakan beresiko, tetapi kami terus memberikan sugesti positif bahwa kami akan sampai di Jogja dengan selamat.

Setibanya di Jogja, saya segera kontrol kandungan ke RS. JIH dan diperiksa oleh dr. Enny. Ketika di-USG, alhamdulillah posisi bayi sudah di bawah dan sudah masuk panggul. Alhamdulillah, usaha saya tidak sia-sia 😁😁. Hanya saja dr. Enny menyarankan untuk menambah berat badan saya sebanyak 3 kg karena kenaikan berat badan saya hanya 7,5 kg selama kehamilan. Padahal selama ini sudah makan banyak dan berkali-kali tapi kenaikan berat badan saya masih di bawah standar, yaitu 11-13 kg.

Karena saya memang bercita-cita melahirkan normal, segala cara saya upayakan seperti rajin berjalan-jalan setiap pagi, kemudian ikut senam hamil dan yoga hamil. Saya juga membeli bola yoga di Klinik Bidan Kita, Klaten, dan sempat mengikuti satu sesi yoga hamil di sana.

Selama menunggu kontraksi, saya masih rajin pergi ke mall 😜😁, kebetulan suami juga sudah mengambil cuti kerja karena ingin menemani saya melahirkan. Tapi hingga di akhir masa cutinya, saya tidak menunjukkan gejala kontraksi, dan suami memutuskan untuk membeli tiket travel untuk pulang ke Batang di keesokan harinya.

Di hari Minggu pagi tanggal 1 Juni, saya dan suami pergi untuk membeli tiket travel tetapi sebelumnya kami mampir ke warung soto langganan untuk sarapan pagi. Ketika sedang makan itulah saya mulai merasakan mulas. Karena belum pernah mengalami kontraksi, saya ragu-ragu apakah mulas ini kontraksi palsu atau kontraksi yang sebenarnya. Kemudian saya mulai menghitung intensitas kontraksi dan jarak antar kontraksi setiap 30 menit sekali dengan durasi setiap kontraksi kurang dari satu menit. Suami memutuskan menunda membeli tiket travel dan kami segera pulang ke rumah. Di rumah, rasa mulas bertambah kuat tapi intensitas dan durasi tetap sama. Saya kemudian melakukan goyang inul dengan bola yoga untuk mempercepat kontraksi dan membuat posisi bayi semakin turun ke bawah. Semakin siang rasa kontraksi semakin kuat dan saya minta suami untuk mengantar ke rumah sakit. Setelah mandi dan sholat ashar, kami berangkat ke RS. JIH dan segera menuju UGD. Setelah itu perut saya dipasang CTG (cardiotocography) untuk mengukur intensitas dan kuatnya kontraksi. Kontraksi saya sudah setiap 15 menit sekali tetapi menurut CTG kontraksinya masih lemah. Tidak ada flek darah sama sekali dan suster kemudian melakukan pemeriksaan dalam dan baru masuk pembukaan satu. Padahal sudah sesiangan saya merasakan kontraksi tapi masih pembukaan satu. Bagaimana rasanya kalau pembukaan lengkap 😁😁.

Setelah itu suami segera mengurus kamar dan administrasi rawat inap, dan saya kemudian masuk kamar inap. Sambil meringis menahan kontraksi, saya masih bisa berjalan mondar-mandir di kamar, dan selepas isya saya sudah sulit berjalan dan lebih nyaman berbaring miring di tempat tidur. Jam 9 malam dilakukan pemeriksaan dalam dan baru masuk pembukaan dua. Jam 12 malam, keluar flek darah dan kontraksi semakin kuat. Suster menyarankan untuk tidur sebisanya karena dalam kondisi rileks biasanya pembukaan semakin cepat. Di sela-sela kontraksi saya masih bisa tidur dan suami menemani saya di tempat tidur. Jam 4 pagi suster kembali memeriksa dalam dan sudah pembukaan 4. Kemudian jam 5.30 saya dibawa ke ruang tindakan dan kembali dipasang CTG. Saat itu saya masih bisa berdzikir dan setiap kontraksi datang, sambil meringis saya memegangi besi tempat tidur sekuat-kuatnya sampai tangan rasanya kaku 😁.

Jam 8 pagi, masuk ke pembukaan 6 dan saya optimis bisa melahirkan sebelum dzuhur. Suami terus menyuapi saya agar saya punya banyak tenaga untuk mengejan nanti. Rasanya semua makanan sudah tidak ada rasanya saat itu, hahaha. Kemudian jam 9 pagi, masuk ke pembukaan 7 menuju ke 8, tetapi hingga 3 jam kemudian pembukaan mentok di pembukaan 8 sampai akhirnya suster menawarkan untuk dipicu melalui infus. Saya dan suami menolak dan meminta waktu satu jam sambil berdoa semoga pembukaan segera menjadi lengkap. Tapi hingga satu jam kemudian, masih pembukaan 8 dan suster kembali menawarkan untuk dipicu karena khawatir bayi akan stres. Kami kemudian menyetujuinya dan tak lama infus pun dipasang. 15 menit kemudian saya merasakan kontraksi setiap menit dan rasa sakitnya 3 kali kontraksi biasa. Suami tetap sabar di samping saya dan membimbing untuk dzikir setiap kali kontraksi datang. Saat itu saya sudah mulai kehabisan tenaga dan mulai menangis kesakitan. Saya mulai berpikir untuk meminta operasi caesar saja karena rasanya tidak kuat menahan sakit. Tapi suami menguatkan saya, selain itu sayang juga karena sudah hampir pembukaan lengkap masa malah mau operasi. Setiap kali kontraksi datang, saya genggam erat tangan suami sampai rasanya buku jari saya putih semua, hahaha.. Setelah itu ketuban saya pecah dan ternyata pembukaan sudah lengkap. Saya kemudian dibimbing untuk mengejan dan setelah 3 kali mengejan, lahirlah si bayi kedunia. Alhamdulillah…Rasanya plong luar biasa.. Sakitnya selama kontraksi hilang begitu saja.. Subhanallah..

Si bayi kemudian dibersihkan dan kemudian dilakukan IMD selama 30 menit. Sementara itu dr. Enny melakukan penjahitan dan karena tidak ada pengguntingan perineum, saya mendapatkan 18 jahitan 😅. Rasa nyeri ketika dijahit tidak sebanding dengan rasa bahagia karena telah berhasil melahirkan bayi kami melalui persalinan normal, dan bayi kami sehat, sempurna dan lengkap.

Tentang nama yang kami pilihkan untuknya, Alifa Widhi Magani artinya adalah anak perempuan pertama Dian and Titis yang akan jadi orang yang menyenangkan untuk orang-orang di sekelilingnya 😁😁. Suami saya selalu ingin memakai nama Alif untuk anak pertama, dan karena bayi kami perempuan jadi ditambahkan ‘a’ di belakang Alif, sedangkan Widhi adalah nama tengah suami dan akan jadi signature untuk anak-anak kami kelak. Magani sendiri berarti menyenangkan, diambil dari bahasa Sansekerta. Harapan kami sebagai orang tua adalah agar Magani menjadi anak yang solehah dan mampu menjadi kebanggaan kedua orang tuanya dan orang-orang di sekelilingnya kelak. Amiiin.

Aside

Catatan Akhir Tahun

4 hari menuju 2014 dan saya belum menulis apapun sejak postingan terakhir 6 bulan yang lalu :). Baiklah, mari kita rekap apa saja yang sudah terjadi selama 2013 ini.

Tahun ini menjadi salah satu tahun yang penuh warna buat saya, dan tahun dimana ada banyak hal untuk dikenang, ini karena banyak kejutan yang terjadi dalam hidup saya sejak awal tahun 2013. Dimulai di awal Februari ketika mama meninggal dunia, kemudian di pertengahan tahun, bulan Juni tepatnya, saya resmi menikah dan ada kejutan lagi di akhir tahun  yang akan saya ceritakan kemudian :).

Tidak mudah untuk menjalani hari-hari tanpa mama, apalagi ketika melihat ayah saya juga mengalami penurunan fisik dan psikis akibat kehilangan mama. Tetapi alhamdulillah semua bisa terlewati, dan ayah saya sudah bisa menjalani hari-harinya dengan baik. Beliau sudah jauh lebih sehat dan bugar karena mulai rutin berolahraga.

Hari-hari saya dan suami juga semakin menyenangkan karena hanya berselang 2 bulan setelah menikah, alhamdulillah saya hamil :). Usia kandungan sudah masuk 17 minggu sekarang dan alhamdulillah calon bayi kami sehat walafiat 🙂 :).

16 minggu

17 mingguMasa awal kehamilan dilalui dengan baik karena gejala morning sickness yang saya rasakan tidak terlalu berat, mual-mual sudah pasti tetapi jarang sekali saya memuntahkan makanan, cuma memang saya jadi tidak suka nasi dan lebih memilih makan roti atau mie. Masuk di trimester kedua, nafsu makan saya jauuuuhh lebih baik dan saya jadi lebih bersemangat. Hanya satu yang berubah drastis, saya malas sekali main-main ke dunia maya, twitter saya sepi, apalagi blog saya, hahaha.. Tapi akhirnya dipaksakan menulis karena ga pengen semua memori hanya tersimpan di dalam kepala :).

Menjelang akhir tahun seperti ini, saya tidak pernah punya momen khusus untuk duduk diam dan membuat resolusi untuk di tahun berikutnya. Biasa-biasa saja, tidak juga punya harapan yang muluk-muluk, kecuali berdoa agar orang-orang terdekat saya selalu diberikan kesehatan, dan tentu saja rejeki yang berkah dan berlimpah, itu saja :).

Selamat Tahun Baru 2014 teman-teman, semoga semua harapan terwujud di tahun yang baru yaaa.. 🙂

Menikah :)

Hari ini, Minggu 23 Juni 2013, saya duduk dan menahan napas melihatnya menjabat erat tangan ayah saya sembari mengucapkan ikrar akad dalam satu tarikan nafas. Dan tak lama kemudian, pak penghulu mengumumkan sahnya akad, dan semenjak itu ia resmi menjadi imam saya dan kami pun menjadi halal satu sama lain.

Alhamdulillah.

Tak henti saya ucapkan hamdalah dalam hati sepanjang hari, karena setelah melewati banyak hal, akhirnya kami resmi menyandang status suami istri :).

saya dan suami. Ihiiiyyy :)

saya dan suami. Ihiiiyyy 🙂

Hari itu kami rayakan dengan sederhana, hanya dengan segenap keluarga besar dan teman-teman dekat. Walaupun begitu, banyak doa dan ucapan selamat yang kami terima, dan terimakasih saya haturkan kepada segenap pihak yang sudah ikut membantu persiapan acara pernikahan ini, sehingga semua berjalan lancar dan tanpa kendala.

Hidup baru, tanggung jawab baru, kewajiban baru dan amanah baru. Hanya sebaris doa yang selalu saya panjatkan dalam sujud-sujud panjang saya, agar Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan berkahNya untuk keluarga kecil yang baru kami bentuk ini, amiin :).

Jogjakarta, 23 Juni 2013

C’est La Vie

Life is grand. Life is precious.

Life is what happens to you while you’re busy making other plans – John Lennon

It took me sometimes to finally understand the meaning of what John Lennon had said. I used to spent (too) many times regretting the past and worrying on what might happens in the future and by then I failed to appreciate the present time. I got eaten inside by those miserable feelings I am holding on, and the way I react hurts people more than I could imagine.

Moving on was not an easy things to do, yet life goes on. You still have those bills and needs and deadline and other things to do. You’re still alive. You don’t have any choice but to stay alive and keep walking on despite on how hurtful the path you step in. And letting go is the hardest part of moving on. It takes braveness, it takes big heart to let bad things happens to you and to forgive yourself. Forgive yourself for being weak, for being powerless, and for being miserable. You will find yourself in a series of sleepless night, silent cries, fake smiles, and the I-am-okay body gesture just to convince everyone that you are okay.

If it’s what it takes to move on, just take it.

Many people out there would pay for the life you have lived. People with severe cancers, or poor people, or old people who can’t walk anymore. They want to have your legs, want to have your hands, your fingers, your eyes, your brain. They want to have a healthy body. They want to be you.

So, appreciate every moments, live it as you will die tomorrow. Love yourself more than yesterday, and you will feel whole again. Be thankful. Be grateful. Life is cruel, is not fair, but it’s precious. And this is life – c’est la vie.

 

Loss in Life

Pernahkah kamu dihadapkan pada kematian yang tiba2?

Saya baru saja mengalaminya. Sebagai seorang muslim saya tahu bahwa satu hal yang pasti dalam hidup adalah kematian, namun selama ini saya selalu merasa bahwa kematian tidak akan menghampiri orang-orang terdekat saya. Kematian hanya menghampiri kakek saya, saudara jauh saya, orang tua teman saya, dan orang-orang lain yang tidak saya kenal.

Dan hari itu kematian menghampiri ibu saya.

Hari itu Senin. Senin yang biasa dan wajar dimana mama menjalankan puasa sunah seperti Senin-senin sebelumnya. Saya juga bekerja seperti biasa, dan mama sempat menelepon ketika jam makan siang, memastikan saya sudah makan dan sempat kami bertukar canda, tanpa menyadari itu adalah panggilan telepon terakhirnya. Ketika telepon ditutup, sempat saya berpikir untuk pulang kantor lebih cepat. Saya ingin bertemu mama. Tapi kemudian saya melupakan niat itu dan tenggelam dalam pekerjaan saya. Sesuatu yang akan saya sesali kemudian.

Malam setibanya dirumah, mama sedang bersiap menunaikan sholat isya di masjid komplek bersama bapak. Dan saya menunggu mama pulang sembari membereskan diri. Setibanya mama dari masjid, saya langsung menghambur masuk kekamar mama dan menenggelamkan diri dalam peluknya, melepas penat dan kembali bersenda gurau, sambil sesekali saya cubit pipinya dan memeluknya erat-erat. Sampai kemudian mama pamit tidur dan saya kembali kekamar saya.

Pukul dua pagi ketika saya dengar mama mulai muntah-muntah, dan saya cepat2 menuju kamarnya dan menemukan mama sudah hampir pingsan dan bapak yang mulai panik. Saya tidak bisa berpikir apa2. Kaki ini sudah tak bertenaga dan butuh beberapa saat sampai saya bisa menekan tombol telepon teman bapak, memintanya mengantar kami ke rumah sakit. Saya tidak akan sanggup menyetir ke rumah sakit, pikir saya ketika itu.

Mama sudah tidak sadar ketika kami membawanya ke rumah sakit. Sesampainya disana, mama langsung ditangani dokter UGD dan tensi mama berada di angka 256/160. Sangat tinggi dan hasil CT scan menunjukkan kembali terjadi pecah pembuluh darah di otak. Hati ini mencelos, mengingat tepat setahun sebelumnya mama juga dirawat dirumah sakit juga karena pecah pembuluh darah. Selama 4 hari berikutnya mama berada dalam kondisi koma, dan tidak sekalipun membuka mata sampai kematian menjemputnya.

Dan selama 4 hari itu saya merasa jatuh, tidak berdaya, dan sedih luar biasa. Seandainya saya meluangkan waktu lebih banyak untuk mama, seandainya saya lebih mendengarkan apa kata mama, dan masih banyak andai-andai yang lain..

Tetapi saya yakin bahwa ini adalah yang terbaik untuk mama. Mama meninggal di hari Jumat, hari dimana ada banyak keistimewaan untuk mereka yang meninggal di hari itu. Mama juga tidak akan lagi merasakan kesakitan, kesedihan, ketakutan dan akhirnya terbebas dari hingar bingar dunia fana.

 

Selamat jalan Mama, bahagia di surgaNya ya. Cinta dan kasih sayangmu tidak akan lekang dimakan waktu.

 

Jakarta, 1 February 2013.

 

2012 At A Glance

The new year is drawing near.

The last 11 and a half months has been running too fast and life has taught me more than it did in the previous year. The days wasn’t always bright as it wasn’t always grey either. However, through all the good and bad times during the last few months, life has changed me much that I wasn’t someone I once was.

I remembered my childhood when my biggest fears was how to dealt with mathematics exam. I remembered the old time people like to be around me because I was someone who cheered them up. I remembered I was someone people always searched for in time of sadness and sorrow. Because I was the one who made them laughed. Because I was the one who made them giggled over the problems.

It has never been changed until I reached my adult times when trials was something started to be familiar with. And the fears gone way more complex than before. I fell into pieces and went astray many times. Then I started to change into someone I barely know.

Broken heart made me built my wall higher that it made me stronger yet more vulnerable inside. Betrayal made me believe that people are better to be trusted through their action than words.

Forgiveness does not change the past, but it does enlarge the future – Paul Boesse

I learned that people come and go in life. I couldn’t resist of feeling loss yet grateful for them who stays with me during the hard times.

Love has taught me to walk on by faith and trust despite the uncertainty lies ahead me.  Then loving someone unconditionally came into new meaning – it’s to let someone break in your wall and get hurt while at the same time you trust your heart on his hand.

Time has shaped me into what I am today. I have no regret of every mistakes I had made during the years. I thankful of every failure that taught me how to do things better each and every time. I thankful of every journey  I had made ( Bangkok, Tokyo 🙂 ). I thankful of every dreams that came true. I thankful for those who hurts me and those who loves me. For I learned to put my trust and step my path carefully. To hold and walk hands in hands with the person I trust, the one who has my heart.
The new year is drawing near. And I am welcoming it with full heart and gratitude.
Jakarta, December 21st, 2012. 12.12 PM

Catatan Menjelang Senja di Tokyo

Senja ketiga di Tokyo.

Di sepanjang jalan dengan barisan pohon rindang di kanan kiri, aku berjalan tenang sambil mengencangkan syal di leher. Angin musim gugur berhembus dingin dan setitik air hujan mulai jatuh di hidung. Rintik gerimis menjalarkan dingin hingga ke pipi. Tampaknya benar akan terjadi hujan seperti kata ramalan cuaca di televisi tadi pagi. Aku berjalan bergegas dan mendekap kameraku erat. Beberapa orang sedikit berlari menuju stasiun metro, berharap sampai di stasiun sebelum hujan menderas.

Setengah berlari, sudut mataku menangkap ada  kafe mungil di dalam sebuah toko yang menjual buku-buku lawas dan piringan hitam tua. Rupanya sang pemilik toko buku sengaja membuat kafe di dalam tokonya untuk menarik lebih banyak pengunjung. Ada sofa besar empuk berwarna coklat dengan bantal kecil berwarna merah tua yang menarik perhatianku. Kuhentikan langkah tepat di depan toko. Kudekatkan hidungku ke jendelanya yang besar dan nafasku membentuk uap disana. Tempat ini cantik sekali, pikirku. Sempat terpikir untuk masuk ke dalam dan melihat-lihat beberapa buku, kemudian duduk dan membacanya sembari menyesap secangkir teh hijau atau susu hangat. Kulirik jam di pergelangan tanganku, baru pukul lima sore tapi senja sudah hilang dan angin semakin kencang. Aku harus tiba di hotel secepatnya atau akan terjebak hujan hingga entah kapan. Kukencangkan syalku dan kuputuskan untuk segera pulang.

Disela gegasku menuju stasiun metro, diantara langkah kaki kaum urban Tokyo, diantara rinai hujan dan laju kereta, ada sebaris rindu pada senyummu, pada hangat sinar matamu, pada percakapan konyol dan gelak tawamu, dan pada genggam hangat yang menguatkan, bahwa semua akan baik-baik saja.

Tokyo, 22 Oktober 2012. 18.28 PM.